Minggu, 14 November 2010

UPAYA MEMBENTUK PERBANKAN NASIONAL PERAN BANK BNI PADA TAHUN 1950AN



I.                   PENDAHULUAN


            1.1 Latar Belakang

Indonesia yang memperoleh kemerdekaannya melalui kekerasan, mewarisi sebuah keadaan dengan keterbatasan-keterbatasan yang sangat menentukan bagi pembangunan ekonomi. Dari segi ekonomi, keterbatasan tersebut terlihat dari belum adanya visi atau gagasan pembangunan yang komprehensif, kekurangan sumber daya dan permodalan , serta rusaknya alat-alat produksi akibat Perang Dunia II serta tekanan inflasi. Dari segi polotik, di samping masih berlanjutnya eforia revolusi yang menyebabkan munculnya mental ’terobosan’, juga diimbangi oleh keanekaragaman kekuatan politik yang berpengaruhnegatif terhadap konsistensi pelaksanaan program pembangunan ekonomi.

Namun Indonesia masih mengalami kesulitan karena Belanda tetap bertahan untuk tidak mengakui kemerdekaan RI. Upaya mempertahankan kedaulatan dari ofensif Belanda dan pergolakan politik tahun 1945-1950, telah menyebabkan langkah-langkah kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomidan moneter tidak optimal. Maka tidak mengherankan, jika hal yang pertama dilakukan pemerintah dalam bidang ekonomi adalah pengambil-alihan fasilitas umum yang sebelumnya dikuasai pemerintah.

Tindakan ini diikuti juga dengan penetapan mata uang nasional, Oeang Repoeblik Indonesia (ORI), sebagai uang pendudukan Jepang. Tindakan ini merupakan hal yang strategis baik dari segi ekonomis maupun politis, yaitu untuk mempunyai alat pembayaran sendiri, maupun sebagai simbol sebuah negara yang berdaulat dan merdeka.

             
             
            1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui upaya membentuk perbankan nasional pada tahun 1950an.



























II.               ISI

ARTIKEL

Keperluan untuk mempunyai mata uang yang sah inilah yang mendorong pemerintah dan para patriot Indonesia mendirikan Bank Negara Indonesia yang berhak mengeluarkan ORI, yang diresmikan oleh Menteri Keuangan A.A Maramis pada 30 Oktober 1946. Margono yang berpengalaman dalam bidang perkreditan rakyat, telah lama membicarakan gagasan perlunya bank sirkulasi dan bank nasional untuk memajukan perekonomian rakyat.

Karena keadaan politik dan keamanan Jakarta kurang baik menghadapi serangan Belanda, maka ibukota pindah ke Yogyakarta pada 1 Desember 1945. pada Mei 1946, pemerintah mengeluarkan Obligasi Nasional RI berjangka waktu 40 tahun. Baru pada 5 Juli 1946  BNI disahkan dengan Keputusan Presiden. Karena itu tidak mengherankan jika beberapa daerah mengeluarkan mata uang tersendiri.

Pemberian kredittanpa agunan kepadanasabah pertama Tambang Emas Cikotik adalah salah satu contohnya. Mungkin satu-satunya pelaksanaan tugas pencetakan uang yang tercatat adalah ketika terjadi Agresi Militer II pada Desember 1948 yang menyebabkan pemerintah RI lumpuh dan perlu dibentuk Pemerintah Daroerat di Sumatera. Karena keadaan darurat itu maka ORIDA tidak ditandatangani oleh Presiden Direktur BNI, melainkan oleh pimpinan BNI bersama dengan Kepala Bendahara.









III.             PEMBAHASAN



Selama masa penjajahan Belanda, tidak ada satu pun bank komersil milik bangsa Indonesia, yang ada hanyalah bank simpanan yang kecil dan bersifat lokal.sehingga tidak mempunyai peranan penting bagi perekonomian nasional. Kredit untuk petani dan masyarakat kecil dilayani oleh AVB. Atas dasar kenyataan itu, para pemikir nasionalismenginginkan terbentuknya suatu system perbankan nasional yang dapat tumbuh untuyk membantu perkembangan ekonomi para pribumi.

Dengan tujuan politis nasionalisme maupun ekonomis, yaitu di satu pihak mengganti mata uang NICA yang masih banyak beredar di daerah kekuasaan Belanda. Dalam praktek perbankan, bantuan likuiditas bank sentral terhadap bank komersial adalah tindakan yang tak menyalahi prosedur. Persoalannya adalah  dalam situasi dimana politik lebih mendominasi bidang perbankan. Masa depan perbankan swasta semakin memperlihatkan wajah muramnya, ketika pemotongan uang. Dalam suasana kemerdekaan yang harus direbut dengan kekerasan dan pasca Perang Dunia II, factor-faktor produksi dan ekonomi tidak berjalan atau bahkan lumpuh. Perbaikan alat-alat produksi dan perdagangan terkendala karena ketiadaan pembiayaan dan simpanan masyarakat. Oleh karenanya, dipilihlah pembiayaan rekonstruksi dan pembangunan melalui kredit perbankan, namun saat itu belum ada bank nasional yang dapat diandalkan, dan perdagangan masih dikuasai oleh Belanda. Pemikiran lebih lanjut mengenai kemungkinan nasionalisasi perusahaan asing, dalam semangat nasionalisme dan anti-asing pada Negara yang baru merdeka, tidak dapat dilakukan karena dalam 4 tahun pertama masa kemerdekaan.


Tingginya tingkat inflasi ini berpengaruh negative terhadap dunia perbankan, terutama bank swasta, karena tingkat suku bunga riil para deposan terkikis oleh laju inflasi, bahkan menjadi negative. Untuk mengatasinya, pemerintah memperketat aturan pada bank swasta nasional baik yang bersifat pembatasan gerak maupun peningkatan permodalan.

Untuk mengurangi hiperinflasi, pemerintah melakukan penurunan nilai mata uang. Kebijakan ini merupakan pukulan terbesar bagi dunia perbankan swasta, terutama bagi mereka yang telah sempat menyetortambahan modal sebagai akibat dari ketentuan baru. Inilah yang menjadi salah satu faktor hilangnya kepercayaanmasyarakat terhadap pimpinan Soekarno. Gagasan Presiden Soekarno untuk ‘Nasakomisasi’ perbankan, dan mengintegrasikan bank komersil dan sekaligus bank sentral dimaksidkan untuk menyatukan persepsi dan kerja untuk pembangunan. Namun upaya itu tidak mendatangkan perbaikan system perbankan Indonesia, bahkan perbankan menjadi lebih rentan terhadap desakan politik.


Aksi-aksi demonstrasi yang pada mulanya memakai tema ekonomis, berubah menjadi politik, ketika berbagai kalangan mahasiswa dan masyarakat menuntut pergantian kekuasaan. Jadi untuk memperbaiki perkembangan perekonomian di Indonesia dilakukan adanya bank sirkulasi.
























IV.             KESIMPULAN



Dalam suasana kemerdekaan yang harus direbut dengan kekerasan dan pasca Perang Dunia II, factor-faktor produksi dan ekonomi tidak berjalan atau bahkan lumpuh. Perbaikan alat-alat produksi dan perdagangan terkendala karena ketiadaan pembiayaan dan simpanan masyarakat. Oleh karenanya, dipilihlah pembiayaan rekonstruksi dan pembangunan melalui kredit perbankan, namun saat itu belum ada bank nasional yang dapat diandalkan, dan perdagangan masih dikuasai oleh Belanda. Pemikiran lebih lanjut mengenai kemungkinan nasionalisasi perusahaan asing, dalam semangat nasionalisme dan anti-asing pada Negara yang baru merdeka, tidak dapat dilakukan karena dalam 4 tahun pertama masa kemerdekaan.

Gagasan untuk mendirikan sebuah bank sirkulasi maupun bank-bank komersial didorong oleh keinginan pemerintahuntuk mandiri dari pengaruh bekas penjajah, meskipun banyak yang memilih nasionalisasi dengan alasan pragmatis. Namun pemerintah dengan kukuh telah menetpkanperlunya bank sirkulasi itu dengan mendirikan bank BNI, meskipun kemudian gagal untuk mempertahankan niat tersebut. Dalam perjalanannya, bank BNI bersama BIN telah menyumbang pemerintah baik dalam menggalang dana masyarakat, membiayai upaya kemerdekaan dan dalam kebijakan pribumisme.

Sementara itu, perbankan swasta nasional tidak berkembang dengan baik, disebabkan dengan perekonomian yang kurang mendukung, dan tidak adanya dukungan dari pemerintah yang sedang kesulitan. Pada masa demokrasi parlementer banyak bank yang timbul, namun banyak yang didasari untuk menopang keberhasilan partai.

Gagasan Presiden Soekarno untuk ‘Nasakomisasi’ perbankan, dan mengintegrasikan bank komersil dan sekaligus bank sentral dimaksidkan untuk menyatukan persepsi dan kerja untuk pembangunan. Namun upaya itu tidak mendatangkan perbaikan system perbankan Indonesia, bahkan perbankan menjadi lebih rentan terhadap desakan politik.


















































DAFTAR PUSTAKA


Amal, Ichlasul, 1992. Regional and Central Governmentin Indonesian Politics : West Sumatra and South Sulawesi 1949-1979, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.


Hartono, Noek, 1976. Bank Indonesia Sejarah Lahir dan Perkembangannya. Bank Indonesia : Jakarta.


Perbanas, 1974. Perkembangan Situasi dan Masalah-Masalah Perbankan Nasional Swasta di Indonesia 1973/1974. Perbanas, Jakarta.





http://syienaaini.blogspot.com

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. keren mba artikelnya. salam kenal yaa

    kalau ada waktu silahkan berkunjung ke blog saya yaa
    kreasikata2.blogspot.com

    BalasHapus