Minggu, 14 November 2010

Perkawinan dan Perceraian


I.                   PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Dalam demografi pertumbuhan penduduk antara lain dipengaruhi oleh fertilitas. Perkawinan dan perceraian merupakan variabel yang ikut mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat fertilitas, yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Dalam perencanaan pembangunan seperti penyediaan fasilitas perumahan bagi keluarga-keluarga muda, fasilitas pelayanan kesehatan, dan pelayanan dasar lainnya.

Apabila perkawinan dilakukan pada umur yang tepat, maka akan membawa kebahagiaan bagi keluarga dan pasangan suami dan isteri yang menjalankan perkawinan tesebut.
Perkawinan yang dilakukan pada usia yang terlalu dini akan membawa banyak konsekuensi pada pasangan suami isteri, antara lain adalah dalam hal kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Dalam hal kejiwaan, perkawinan yang dilakukan pada usia dini akan mudah berakhir dengan kegagalan karena kurangnya kesiapan mental menghadapi dinamika kehidupan berumah tangga dengan semua tanggung jawab, seperti antara lain tanggung jawab mengurus dan mengatur rumah tangga, mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak.

Sedangkan perceraian justru akan mengurangi jumlah fertilitas, karena dengan adanya perceraian maka jumlah rumah tangga yang  produktif  berkurang dan dan tingkat hubungan suami isteri pun berkurang, sehingga tingkat fertilitas menurun.






 1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tingkat perkawinan dan perceraian di Indonesia.
2. Mengetahui hubungan antara perkawinan dan perceraian dengan fertilitas.
3. Mengetahui dampak dari adanya perkawinan dan perceraian.





























II. PEMBAHASAN


2.1 Perkawinan
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Badan pusat statistik perkawinan adalah seeorang yang berstatus kawin apabila mereka terikat dalam perkawinan saat pencacahan, baik yang tinggal bersama maupun terpisah, yang menikah secara sah maupun yang hidup bersama yang oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami istri.
Dalam demografi, status perkawinan dapat dibedakan menjadi status belum pernah menikah, menikah, pisah, pisah atau cerai, janda atau duda.
Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.
Untuk melangsungkan perkawinan batas umur adalah hal yang sangat penting. Hal ini adalah disamping dalam melakukan suatu perkawinan menghendaki kematangan biologis juga memerlukan kematangan psikologis (Djoko, 1987:55).
Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pada pasal 7 ayat 1 mengatakan: Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun.
Usia produktif yang berkaitan dengan kelahiran adalah wanita usia 15-49 tahun. Usia tersebut bagi wanita merupakan  masa subur. Semakin muda usia saat perkawinan pertama, semakin besar resiko yang dihadapi bagi keselamatan ibu dan anak, karena belum matangnya rahim wanita muda untuk merproduksi anak, atau karena belum siap mentalnya menghadapi masa kehamilan/kelahiran. Demikian pula sebaliknya semakin tua usia saat perkawinan pertama semakin tinggi resiko yang dihadapi dalam masa kehamilan/melahirkan (Efrilia, 2001:12).

Ukuran-ukuran Perkawinan

a.       Angka Perkawinan Kasar

Angka perkawinan kasar menunjukkan persentase penduduk yang berstatus kawin terhadap jumlah penduduk keseluruhan pada pertengahan tahun untuk suatu tahun tertentu.

Kegunaan:
Perkawinan merupakan variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, antara lain melalui pendek atau panjangnya usia subur yang dilalui pasangan usia subur (PUS) yang menentukan banyaknya kelahiran. Jika tidak memakai suatu alat kontrasepsi untuk mengatur kelahiran, maka perkawinan usia muda akan membuat PUS melewati masa yang panjang dan berpotensi melahiran jumlah anak yang lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yang menikah di atas usia 25 tahun. Davis dan Blake (1974) mengelompokkan perkawinan sebagai salah satu variabel antara dalam mempengaruhi tinggi rendahnya fertilitas.

Cara menghitung:
Jumlah penduduk yang berstatus kawin dibagikan dengan jumlah penduduk pertengahan ahun dan dikalikan dengan 1000.

M = M/P x 1000

Dimana:
M         = angka perkawinan kasar
M         = jumlah perkawinan dalam satu tahun
P          = jumlah perkawinan pertengahan tahun

Data yang diperlukan
Jumlah penduduk berstatus kawin dalam satu tahun dan jumlah penduduk pertengahan tahun.

b.      Angka Perkawinan Umum

Angka perkawinan umum menunjukkan proporsi penduduk yang berstatus kawin terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas pada pertengahan tahun untuk satu tahun tertentu.
Kegunaan:
Seperti halnya dengan angka perkawinan kasar, angka perkawinan umum digunakan untuk memperhitungkan proporsi penduduk kawin. Namun disini, pembagiannya adalah penduduk usia 15 tahun ke atas dimana penduduk bersangkutan lebih beresiko kawin. Penduduk berumur kurang dari 15 tahun tidak diikutsertakan sebagai pembagi karena umumnya mereka tidak beresiko kawin. Sehingga angka perkawinan umum menunjukkan informasi yang lebih realitas.




Cara menghitung:
Jumlah penduduk yang berstatus kawin dalam satu tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk berumur 15+ tahun pada pertengahan tahun tertentu serta dikalikan dengan 1000

Mu = M/P15 x 1000

Mu       = Angka perkawinan umum
M         = Jumlah perkawinan dalam satu tahun
P15      = Jumlah penduduk pertengahan tahun pada usia 15+ tahun

Data yang diperlukan
Jumlah penduduk berstatus kawin yang tercatat dalam satu tahun dan jumlah penduduk pertengahan tahun umur 15 tahun ke atas.


c.       Angka Perkawinan Spesifik (Angka Perkawinan menurut Kelompok Umur)

Dalam perhitungan angka perkawinan kasar maupun angka perkawinan umum tidak diperhatikan umur dan jenis kelamin. Perkawinan merupakan hubungan antara 2 jenis kelamin yag berbeda, dan pada umumnya mempunyai karakteristik yang berbeda. Angka perkawinan spesifik (age specific marriage rate) atau angka perkawinan menurut kelompok umur melihat penduduk berstatus kawin menurut kelompok umur dan jenis kelamin.

Kegunaan:
Angka perkawinan umur spesifik berguna untuk melihat perbedaan konsekuensi perkawinan yang berbeda antar kelompok umur dan jenis kelamin. Perbedaan tersebut menyangkut kesiapan mental, kesiapan reproduksi, dan lain sebagainya. Angka perkawinan spesifik ini memberikan gambaran persentase penduduk kawin menurut kelompok umur dan jenis kelamin, sehingga dapat dibandingkan perbedaannya.
           
Diketahui angka perkawinan menurut umur dan jenis kelamin ini dapat memberikan inspirasi pengembangan program-program yang ditujukkan kepada remaja, seperti penundan perkawinan, jika sudah kawin maka setidaknya bagi anak perempuan disarankan untuk menunda kehamilan sampai mencapai usia yang cukup, pelayanan kesehatan reproduksi terutama bagi anak perempuan sehingga mereka siap untuk mengarungi masa reproduksi sehat.

Cara menghitung:
Jumlah penduduk berstatus kawin pada kelompok umur “i” dengan jenis kelamin “s”dibagikan dengan jumlah penduduk pada kelompok umur “i” dengan jenis kelamin “s” dikalikan dengan 1000
           

Data yang diperlukan:
Jumlah perkawinan menurut kelompok umur dan jenis kelamin yang terjadi dalam satu tahun dan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelopok umur pada pertengahan tahun.


2.2 Perceraian

Perceraian adalah suatu pembubaran yang sah dari suatu perkawinan dan perpisahan antara suami dan isteri oleh surat keputusan pengadilan yang memberikan hak kepada masing-masing untuk melakukan perkawinan ulang menurut hukum sipil dan agama, adat dan kebudayaan yang berlaku di tiap-tiap daerah.
Pada dasarnya semua ajaran agama yang baik tidak mengizinkan perceraian; yang membedakan satu dengan lainnya adalah pemahaman dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemuka-pemuka agama bertahun-tahun silam.
Perceraian memang tidak pantas untuk dijadikan pilihan pertama, dalam menyingkapi ketidakharmonisan didalam perkawinan.


Faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut :
  1. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail.
  1. Krisis moral dan akhlak
Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami ataupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan baik oleh suami ataupun istri, misal mabuk, berzinah, terlibat tindak kriminal, bahkan utang piutang.
  1. Perzinahan
Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.
  1. Pernikahan tanpa cinta
Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah perkawinan adalah bahwa perkawinan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta. Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.
  1. Adanya masalah-masalah dalam perkawinan
Dalam sebuah perkawinan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam perkawinan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang.

Ukuran-ukuran perceraian

a.       Angka perceraian kasar

Definisi:
Angka perkawinan kasar menunjukkan persentase penduduk yang berstatus cerai terhadap jumlah penduduk keseluruhan pada pertengahan tahun untuk suatu tahun tertentu.

Kegunaan:
Perceraian mempunyai implikasi demografis sekaligus sosiologis. Implikasi demografi adalah mengurangi fertilitas sedangkan implikasi sosiologis lebih kepada status cerai terhadap perempuan dan anak-anak mereka.

Cara menghitung:
Angka perceraian kasar dihitung dengan membagi kasus perceraian yang terjadi dalam suatu kurun waktu tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun di suatu wilayah tertentu.
     c = C x 1.000
           p
          dimana:
     c : angka perceraian kasar
     C: jumlah perceraian yang terjadi selama satu tahun
     P: jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang sama


b.      Angka perceraian umum

Definisi:
Angka perceraian umum menunjukkan proporsi penduduk yang berstatus cerai terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun keatas pada pertengahan tahun untuk suatu tahun tertentu.

Kegunaan:
Angka perceraian umum digunakan untuk memperhitungkan proporsi penduduk cerai. Namun disini pembaginya adalah penduduk 15 tahun keatas dimana penduduk bersangkutan lebih berisiko cerai. Penduduk berumur kurang dari 15 tahun tidak diikutsertakan sebagai pembagi karena umumnya mereka tidak berisiko cerai, sehingga angka perceraian umum menunjukkan informasi yang lebih baik karena memperhitungkan umur dan factor risiko.
Cara menghitung:
Rumus umum yang digunakan adalah
     C15+ = C x 1.0000
                 P15+
Dimana:
     C15+       : angka perceraian umum
     C         : perceraian yang terjadi dalam satu tahun
     P          : jumlah penduduk 15 tahun keatas pada pertengahan tahun











KESIMPULAN


Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan :

  1. Perkawinan dan perceraian merupakan variable yang mempengaruhi fertilitas
  2. Batas umur sangat penting dalam melakukan suatu perkawinan
  3. Perceraian akan mengurangi jumlah fertilitas karena jumlah rumah tangga yang produktif berkurang dan tingkat hubungan suami istri pun berkurang.
  4. Faktor faktor yang mempengaruhi perceraian adalah ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perzinahan, pernikahan tanpa cinta, krisis moral dan akhlah serta adanya masalah dalam rumah tangga.


http://syienaainie.blogspot.com

19 komentar: